TEMPO.CO, Situbondo - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika, mengatakan 25 pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) akan didirikan di Jawa Timur. Smelter-smelter itu di antaranya akan dibangun di Situbondo, Tuban, dan Gresik.
Menurut Ony, 15 smelter
tahun ini telah merampungkan proses perizinan dan telah beroperasi. Di
antaranya adalah PT Smeelting, PT Hanil Jaya Steel, PT Taman Steel, PT
Bhirawa Steel, PT Pangeran Karang Murni, PT Group Modern, PT Multi Baja
Industri, PT Situbondo Metalindo, dan PT Royal Nikel Nusantara.
"Perusahaan itu smelter baja, feronikel, tembaga dan nikel," katanya, Senin, 21 Oktober 2013.
PT
Smeelting yang berada di Gresik mengolah mineral dari PT Freeport.
Sahamnya, kata Ony, milik Mitsubishi Material 60,5%, PT Freeport
Indonesia 25%, PT Mitsubishi Corporation 9,5%, PT Nippon Maning and
Metal Co. Ltd 5.0%. Sedangkan 10 smelter lainnya masih sedang dalam proses izin.
Pembangunan smelter
di Jawa Timur ini, kata dia, paling banyak dibandingkan dengan provinsi
lain di Pulau Jawa. Sebab, bahan tambangnya sebagian besar dari
Indonesia timur, seperti Maluku, Papua dan Sulawesi. "Investornya banyak
dari Cina."
Ony menilai pembangunan smelter akan berdampak serius bagi lingkungan karena membutuhkan energi dari batubara dan gas. Setiap tahun, satu smelter membutuhkan 438 ribu ton batubara untuk bahan bakar. "Smelter itu rakus energi, tanah, dan menyebabkan polusi air."
Di Situbondo, Jawa Timur, PT Situbondo Metallindo mendirikan smelter baja dan nikel seluas 100 hektare. Smelter dibangun di Desa Agel, Kecamatan Jangkar, dan Desa Lamongan, Kecamatan Arjasa.
Sekretaris Kabupaten Situbondo, Syaifullah, mengatakan nilai investasi perusahaan asal Cina itu sebesar Rp 4 triliun. Dua smelter itu saat ini masih dalam pembangunan kontruksi. "Targetnya 2014 beroperasi," kata dia.
Menurut Syaifullah, mineral baja dan nikel akan dipasok dari Sulawesi
Tenggara melalui Pelabuhan Jangkar. Dia optimistis berdirinya smelter
itu akan berdampak positif bagi perekonomian Situbondo, seperti
menyerap 600 tenaga kerja, pendapatan asi daerah meningkat, serta
menyejahterakan masyarakat melalui dana sosial.
Syaifullah tidak khawatir dengan ancaman lingkungan yang akan ditimbulkan smelter
tersebut. Sebab, perusahaan telah membuat dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal). "Bagaimana mengatasi pencemaran lingkungannya
sudah ada di dokumen Amdal tersebut," katanya.